Kisah Berhasil Sang Pemilik Glodok Elektronik

  Bila anda berjalan-jalan ke lokasi kelapa gading buat melacak gerai glodok elektronik ( ge ) dapat dipastikan anda tidak mendapatkan kesusahan. karena, penampilan gerainya di jalur kelapa gading boulevard amat ngejreng. tembok tokonya berwarna kuning cerah dengan motif meteor berwarna-warni tersebut simbol ge. tidak cuma penampilan fisiknya, situs ge pun amat atraktif. dengan warna kuning dan merah yang dominan, website yang jadi wahana penjualan semua produk ge ini tampak menarik. terlihat sekali website ini pun dikelola serius.

Walau namanya menggunakan embel-embel ”elektronik”, nyatanya ge tidak cuma menjual alat-alat elektronik, namun juga beraneka perabot tempat tinggal tangga ( peralatan dapur dan tempat tinggal tangga selainnya ), perkakas tehnik ( suku cadang otomotif, electrical & power tool, dan beraneka perangkat keras selainnya ). tengok saja, lantai satu toko ge di kelapa gading itu banyak diperuntukkan untuk perkakas tehnik, namun lantai dua diisi peralatan kantor, computer, plus bermacam type mainan anak-anak. toko ini menjual bermacam produk dari beraneka merek, dimulai dari sony, sanyo, panasonic, sharp, lg, toshiba, maspion, philips, samsung, electrolux, pioneer, sampai changhong.

Di jabodetabek, kini ada lima gerai ge. tak hanya ada di kelapa gading, gerai ge juga berlokasi di gedung sarinah ( jakarta pusat ), pondok indah, bumi serpong damai ( tangerang ), dan cikarang.

Perubahan ge tidak lepas dari tangan dingin budy zakaria, pendiri dan pemilik jaringan gerai ge. pria kelahiran 10 februari 1953 ini mengungkapkan, ia mengawali bisnis penjualan barang-barang elektronik jadi montir elektronik, dikarenakan iseng ikuti jejak kakaknya yang lebih dulu melakukan profesi ini di glodok. budy remaja pun dengan otodidak pelajari keahlian yang ditelateni kakaknya itu. tidak berselang lama, budy mulai melayani panggilan buat memperbaiki perkakas elektronik yang rusak. “awalnya saya diremehkan sama orang-orang. kata mereka, dapat melakukan perbaikan beneran atau tidak, dik ?” tutur budy menirukan sebagian orang yang memakai jasanya pertama kali. mendengar itu, mental budy pernah menciut. toh, dasar jiwa entrepreneurship-nya cukup kuat, ia tidak cepat-cepat mundur. ”meski keder juga dikarenakan diremehkan, namun terus saya kerjakan pekerjaan itu, ” kata budy.

Dari sini jaringannya mulai terbangun. “semakin lama, banyak orang yang saya kenal. lantas pelan-pelan saya juga disuruh menjualkan barang-barang mereka, ” tutur budy. mayoritas pemilik toko elektronik yang jadi klien budy tidak dapat membenahi televisi yang rusak. karenanya, budy diminta bantuannya buat memperbaiki sekalian menjual barang reject itu.

Didalam perihal penjualan, mulanya budy cuma melempar barang dari satu toko ke lain toko. ia tidak berani melayani konsumen individual. mengakibatkan, margin keuntungan yang didapatkan tidak maksimal. “mulailah saya berjualan televisi sembari jadi montir. waktu itu masih jualan di tempat tinggal, ” kata budy. buat mempromosikan dagangannya, ia menempatkan iklan di radio dan koran pada saat itu. “tidak tahu nama korannya apa. yang tentu banyak orang yang tahu keberadaan saya, hingga keinginan makin banyak, ” tutur ayah lima anak ini. alhasil, budy dapat menjual 10 unit televisi per bln..

jadi pasarnya makin berkembang, budy mengambil keputusan buat keluar kandang. “sebab, jikalau cuma jualan di tempat tinggal, ya cuma orang-orang spesifik yang tahu saya. selanjutnya saya masuk ke glodok th. 1978, ” cerita budy. di glodok, budy yang saat itu berumur 23 th. berkongsi dengan lima saudaranya buka sesuatu toko. “karena lima orang bersaudara, toko kami itu diberi nama pandawa lima, ” tutur budy perihal toko yang cuma berukuran 4 x 6 meter itu. ia mengakui, mulanya displai barang sekalipun tidak menarik. “hanya ditumpuk demikian saja. ”

Tidak dinyana, bisnis mereka berkembang bagus, sampai jadi 9 cabang. masing-masing toko mempunyai nama dari tokoh pandawa lima. “ada bima 1, bima ii dan selainnya sampai 9 toko, ” tuturnya. dikarenakan demikian majunya, mereka pernah ekspansi membuka gerai di plaza indonesia. tetapi dikarenakan tidak menuai berhasil disebabkan pasar yang lesu, toko ini ditutup. “di situ tidak sempat berhasil. barangkali dikarenakan harga jual di mal yang tinggi, dan tak hanya itu, orang masih rajin ke glodok, ” kata budy mengkaji.

Pada 1983, musibah datang : pasar glodok terbakar. “akhirnya, saudara-saudara saya berpencar ke beraneka area, namun saya buka toko di kelapa gading ( th. 1984 ), ” tuturnya. budy mengisahkan, saat itu lokasi kelapa gading masih sepi dikarenakan masih diisi hamparan sawah yang luas. “saya pernah ditertawakan, kok buka toko di situ. ” walau demikian, budy mempunyai alasan sendiri. “di sini kan jauh dari glodok. jadi pasarnya mungkin, ” tuturnya sembari mengungkapkan pada waktu itu buat membuka toko ( ukuran 15 x 4 meter ) sampai ready for selling memerlukan dana rp 250 jutaan. di sisi lain, buat suplai barang, dia mengaku tidak kerepotan. pasalnya, budy mempunyai banyak jaringan. “barang tak ada problem, teman-teman di glodok, kramat jati, dan area lain isi toko saya. sistemnya konsinyasi, ” tuturnya sembari menjelaskan walau berlokasi di kelapa gading, ia terus mengaplikasikan dua rencana glodok, yaitu tak hanya displai barang apa adanya ( ditumpuk saja ), juga memberlakukan pola tawar-menawar.

Buat menarik perhatian konsumen, ia buat terobosan lewat cara menempatkan harga banderol pada fast moving item. dia mengklaim dirinyalah yang pertama kali mengaplikasi metode ini. “tapi agar telah dipasang tarif, barang masih dapat ditawar, ” ucapnya seraya terkekeh. inspirasi ini nampak waktu budy kerepotan hadapi customer yang memberondongnya dengan pertanyaan. sering dia kudu kehilangan calon konsumen lantaran tidak terlayani. “kalau yang nanya satu-dua masih dapat, namun cocok ramai pasti tidak dapat, selanjutnya mereka ( customer ) tidak jadi beli, ” kata budy, yang belakangan juga menempatkan point of purchasing. “sehingga customer tinggal memikirkan harga saja. umumnya jikalau mereka ajukan pertanyaan cuma memperbandingkan dengan merek lain, ” lanjutnya bangga lantaran rencana ini cukup mujarab menggaet konsumen. dengan taktik layaknya itu, tidak sampai dua th., item produk yang dijualnya pun jadi tambah. ia menjalin jalinan dengan lebih dari satu pemasok, dan saat ini ia telah menjaring seputar 500 pemasok.

Budy mengaku, saat menjual barang elektronik, ia tidak senang terikat dengan satu merek. dengan demikian, dia dapat bebas menjual beraneka produk dari beraneka merek. walau banyak produsen yang merayu dengan iming-iming mengundang selera, budy tidak tergoda. menurut dia, keterikatan pada satu merek dapat menggiring pedagang buat berbuat tidak jujur, apalagi dapat mendiskreditkan merek lain. “efeknya kelak saya tidak jujur pada customer. mending beli mahal sedikit dari distributor, asal bebas jual barang, ” tuturnya sembari menjelaskan prinsip ge didalam berdagang yaitu memberi kebebasan dan arahan pada customer saat menentukan merek.
Share this article :
 
 
Support : Copyright © 2012. Glodok Elektronik - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger